Bestari – varietas padi unggulan yang dimiliki
Indonesia
Ketahanan pangan menjadi
persoalan penting di seluruh dunia termasuk Indonesia. Stok pangan nasional
Indonesia harus mencukupi kebutuhan masyarakat. Untuk itu memang diperlukan
banyak inovasi di dunia pangan agar kebutuhan dan variasi pangan tercukupi. Salah
satunya terhadap beras, yang merupakan makanan pokok mayoritas penduduk
Indonesia.Dengan kondisi itu, salah satu cara untuk mengamankan pangan nasional
ialah dengan terus menciptakan varietas padi bibit unggul. Badan Tenaga Nuklir
Nasional (Batan) pun merasa terpanggil untuk ikut berperan dalam hal itu, yakni
dengan menciptakan varietas bibit padi Bestari, yang merupakan hasil radiasi
nuklir.
Lahirnya Bestari tidak lepas dari
sejarah varietas sebelumnya. Lebih dari satu dekade, petani menyukai varietas
unggul IR-64 yang sempat ditanam sampai 25 juta hektare atau sekitar 50% lahan
yang bisa ditanam padi di Indonesia. Namun, popularitas IR-64 mulai redup
setelah banyaknya keluhan dari petani bahwa varietas itu tidak tahan terhadap
penyakit hawar daun. Batan kemudian melakukan inovasi-inovasi untuk memperkaya
varietas padi baru yang disukai petani. Teknologi yang dipakai ialah model
kombinasi persilangan dan iradiasi pada varietas. Lahirlah beragam bibit unggul
seperti Woyla, Meraoke, Kahayan, Winongo, Diah Suci, Yuwono, dan Mayang, yang
sudah dikonsumsi masyarakat. Dan tidak ketinggalan varietas padi unggul Bestari.
Bestari–singkatan
dari Benih Super Batan RI–ini memang menjadi salah satu varietas unggul yang
dimiliki Indonesia. Apalagi Kementerian Pertanian sudah melepas varietas ini
pada 28 Juli 2008. Ketua Kelompok Pemulia Tanaman Batan, Ita Dwimahyani,
menjelaskan penelitian tersebut telah dimulai pada tahun 2000. Lahirnya
varietas
Bestari
Untuk memperbaiki varietas yang sudah dilepas sebelumnya oleh Kementerian
Pertanian, yakni varietas Cisantana. Ita mengatakan pihaknya melakukan seleksi
benih mulai dari biji hingga tanam dan panen. Benih yang diseleksi merupakan
benih tanaman terpilih. Proses penyeleksian benih menggunakan radiasi nuklir
Cobalt 60 sinar gama dosis 0,2 Gy. Benih dipilih mulai dari mutasi pertama
(M1), kemudian ditanam di sawah hingga panen. Saat panen inilah peneliti
kembali melihat hasil padi, apakah ada perubahan genetik atau kerusakan.
Setelah itu dilakukan seleksi dan mutasi kedua (M2) dari hasil panen pertama
tersebut. Pada seleksi tahap kedua inilah dilakukan pemurnian lagi sehingga
bisa ditemukan bibit yang sempurna. Bibit hasil pemurnian yang disebut mutasi
ketiga (M3) kemudian ditanam lagi hingga panen. Uji varietas padi baru
sebagaimana disyaratkan dalam peraturan Kementerian Pertanian dilakukan di 16
lokasi.
Dari
hasil pemurnian tersebut, ternyata tidak ada perubahan genetika sehingga benih
bisa langsung ditanam di 16 uji lokasi bekerja sama dengan Kementerian
Pertanian. Namun, Batan memilih 20 uji lokasi untuk mengantisipasi apabila
terjadi perubahan cuaca sehingga masih ada cadangan. Selain di Jawa, juga
dipilih wilayah lain seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatra, dan Maluku,
dengan variasi tanah yang berbeda-beda.
Hal
menarik dari galur mutan yang sudah dimurnikan itu ialah bulu pada gabah tidak
ada. Selama ini, apabila petani panen padi varietas Cisantana, gabahnya berbulu
sehingga menimbulkan gatal-gatal. Proses pembersihan gabah pun semakin gampang
karena tidak ada lagi bulu. Rendemannya juga tinggi mencapai 90%, dengan beras
kepalanya mencapai 94%. Bila dimasak, rasanya pulen karena kandungan amilosanya
21,62%. Rasa pulen pada beras bisa dinikmati apabila kandungan amilosanya
sekitar 19%-22%. Untuk kategori beras pera, kepulenan dapat terasa jika
kandungan amilosanya di atas 24%.
Keunggulan
lain varietas Bestari ialah masa tanam rata-rata 115-120 hari. Akan tetapi, ada
juga yang di hari ke-112 sudah bisa dipanen. Adapun masa tanam induknya,
Cisantana, mencapai 125-130 hari. Saat panen tiba, untuk 1 hektare sawah bisa
memproduksi 6,5 ton hingga 6,8 ton dengan bulir padi yang besar-besar. Potensi
panen bisa mencapai 9 ton per hektare. Dari uji lokasi, ada beberapa wilayah
yang sampai panen 9 ton per hektare. Ada juga yang 10 ton per hektare seperti
di Sumedang. Bahkan di Subang bisa mencapai 11 ton per hektare. Dengan
demikian, dari segi produksi jelas ada peningkatan.
Bibit
Unggul
Dari segi
konsumsi juga aman karena sebelum dilepas ke masyarakat harus diuji di
Kementerian Pertanian. Varietas padi Bestari ini bandel karena tahan terhadap
hama wereng dan penyakit hawar daun, sementara induknya sangat peka. Adapun
kadar proteinnya mencapai 9,18%. Varietas padi unggul Bestari ini memang lebih
baik jika dibandingkan dengan varietas yang dirilis Batan pada 2006, yakni Mira
I. Potensi produksi panen Mira 1 hanya 9,2 ton per hektare dengan masa tanam
yang sama. Rendeman gilingnya mencapai 73,68% dan beras kepalanya 94,01%.
Adapun kadar proteinnya 9,02%. Dalam hal ketahanan terhadap penyakit serta
tekstur nasi, Mira 1 sama dengan Bestari.
Batang memang terus mengembangkan
riset varietas bibit padi unggulan. Kendala utama yang dihadapi ialah masalah
lahan untuk uji lokasi. Untuk uji multilokasi, Batan harus menyewa lahan untuk
satu musim tanam seharga Rp9 juta. Apalagi untuk uji lokasi harus menunggu
sekitar enam tahun. Selama ini Batan tidak memiliki tanah untuk uji lokasi
varietas padi. Kendala-kendala tersebut memang harus segera diatasi jika target
keamanan pangan ingin tercapai dan dipertahankan.
Menurut
Ita, Indonesia bisa memproduksi beras lokal dalam jumlah besar dan bisa
mengurangi impor. Pasalnya, setiap hari Batan menyediakan 200 kg benih padi
penjenis (induk) yang biasa dikenal dengan label kuning. Benih-benih penjenis
itu yang tersedia di Balai Benih yang kemudian dibeli para petani penangkar.
Untuk 1 hektare bisa menghasilkan 4 ton hasil penangkaran benih atau yang
dikenal dengan label ungu. Adapun para petani penanam dapat membeli dari
penangkar berupa bibit padi yang siap tanam atau dikenal dengan sebutan label
biru. Dengan demikian, potensi yang cukup besar dalam pengembangan teknologi
benih varietas baru dan tingkat keunggulannya itu diyakini bisa menjadi salah
satu pilar ketahanan pangan nasional.
Untuk memperbaiki varietas yang sudah dilepas sebelumnya oleh Kementerian Pertanian, yakni varietas Cisantana. Ita mengatakan pihaknya melakukan seleksi benih mulai dari biji hingga tanam dan panen. Benih yang diseleksi merupakan benih tanaman terpilih. Proses penyeleksian benih menggunakan radiasi nuklir Cobalt 60 sinar gama dosis 0,2 Gy. Benih dipilih mulai dari mutasi pertama (M1), kemudian ditanam di sawah hingga panen. Saat panen inilah peneliti kembali melihat hasil padi, apakah ada perubahan genetik atau kerusakan. Setelah itu dilakukan seleksi dan mutasi kedua (M2) dari hasil panen pertama tersebut. Pada seleksi tahap kedua inilah dilakukan pemurnian lagi sehingga bisa ditemukan bibit yang sempurna. Bibit hasil pemurnian yang disebut mutasi ketiga (M3) kemudian ditanam lagi hingga panen. Uji varietas padi baru sebagaimana disyaratkan dalam peraturan Kementerian Pertanian dilakukan di 16 lokasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar